PNP News. Tak selang 10 hari setelah penandatanganan kontrak kerjasama dengan Nagari Sungai Batuang, Kabupaten Sijunjung, PNP kembali menandatangani MoU dengan Nagari Batipuah Ateh, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, 31 Januari 2020.
MoU ke-18 PNP dengan nagari yang ada di Sumatera Barat itu disebut sebagai kesepakatan bersama “Sinergi Program Kegiatan Pemerintahan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Lingkup Kegiatan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan serta Pengabdian Kepada Masyarakat”.
Kedua pihak sepakat untuk menyelenggarakan program pemerintah di bidang pendidikan dan kebudayaan, lingkup kegiatan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat yang selanjutnya disebut “Kesepakatan Bersama”.
Dalam perjanjian itu dicantumkan bahwa Pusat Pengembangan Pembangunan Desa/Nagari (P3D) bertindak sebagai pelaksana tindak lanjut Perjanjian Kerjasama berdasarkan penunjukan oleh Wali Nagari Batipuah.
Biaya yang ditimbulkan akibat pelaksanaannya dibebankan pada masing-masing anggaran dan kerjasama ini berlaku dalam jangka waktu 2 tahun, sejak tanggal Kesepakatan Bersama ini ditandatangani, demikian Yuhefizar, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Batang Ipuah, Batang Pasumpahan
Batipuah Ateh merupakan salah satu nagari yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Nagari ini terletak di dekat Batusangkar, ibu kota dari kabupaten Tanah Datar.
Menurut Bahren, S.S., M.A, dosen Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Unand, Batang Ipuah adalah daerah yang ditemukan nenek moyang orang Miangkabau saat mencari dan memperluas sawah ladang dan tempat tinggal mereka.
Di daerah temuan tersebut tumbuh sebatang pohon kayu besar yang bernama “batang ipuah”. Pohon ini diyakini memiliki getah yang mengandung racun. Akhir kisah, mereka menamakan daerah baru itu ”Batipuah” yang artinya bertempat tinggal dekat batang kayu Ipuah.
Dengan mengutip wawancara riset seniornya, Ivan Adilla dengan tetua kampung, Datuak Rangkayo Bungsu, Bahren lebih jauh menyatakan, sebetulnya ada 3 versi asal usul nama daerah Batipuah.
Versi kedua, Batipuah juga disebut sebagai daerah partahanan karena memiliki banyak benteng tempat berlindung yang disebut “kubu”.
Kubu yang banyak pohon kelapa di sekelilingnya disebut “kubu karambia”. Kubu yang banyak batang pisangnya, dinamakan “kubu pisang”, kubu nan banyak batang pepaya atau maka disebut kubu kalikih. Selain itu ada lagi Kubu Pudiang, Kubu Aua, dan Kubu Hilalang, Kubu Tuo untuk kubu yang pertama kali dibuat, dan Kubu Baririk untuk kubu yang bangunannya berderet-deret.
Versi ketiga, tatkala nenek moyang orang Batusangkar sampai ke daerah baru ini, mereka basumpah untuk selalu hidup bersama-sama, berpegang teguh pada adat dan limbago di daerah ini. Sumpah itu diikrarkan di dekat batu besar bernama Batu Pasumpahan.
Adapun isi sumpah itu, siapa yang melanggar akan dimakan bisa atau racun ipuah. Maka bernamalah daerah baru itu “Batipuah” yang artinya “Batu Ipuah”.
Karena nagari di daerah baru ini kian berkembang maka Batipuah yang ada di bagian atas dinamai Batipuah Ateh, semantara daerah yang terletak agak ke bawah atau agak di baruah (bahasa penduduk setempat) dinamai Batipuah Baruah.
Datuak Rangkayo Bungsu juga mendapat kabar bahwa nenek moyang Rang Batipuah Ateh turun dari Pariangan, Padang Panjang. Tidak heran suku-suku yang ada di Batipuah Ateh sama dengan suku di Pariangan, seperti Suku Jambak, Sikumbang. Pisang, Guci, Panyalai serta suku Melayu.
Teks: d®amlis
Foto: Naswiradianto